On A Wednesday In A Cafe

Wednesday, June 16, 2021

picture credit to @ceydaciftci from unsplash


Buat yang bingung, baca aja dulu yaa sampai bawah... Nanti dijelasin di bawah deh, ini update tulisan hari ini maksudnya apa hehehehehehehehehehe...


🍀


On A Wednesday In A Cafe


Lydia meletakkan pensil HB berwarna merahnya ke atas buku sketsa yang menampilkan gambar yang masih jauh dari kata selesai.

Percuma.

Dia sudah kehilangan fokus sejak satu jam yang lalu. Sejak laki-laki kurus yang memakai kemeja biru muda dengan lengan terlipat sampai ke siku itu duduk di sana. Di meja tinggi beberapa meter dari meja bersofa yang dipilih Lydia untuk mengerjakan tugas kuliahnya Rabu sore itu.

Sebuah buku tebal yang judulnya pasti terdengar asing di telinga Lydia dan secangkir kopi menemani laki-laki kurus berkemeja biru itu.

Mengamati orang asing memang sering dia lakukan. Kadang, Lydia menggoreskan pensil di atas buku sketsanya untuk menggambar orang asing yang menurutnya menarik. Perempuan atau laki-laki, yang sedang sibuk bekerja atau yang hanya duduk-duduk santai, anak-anak sampai orang tua.

Tapi kali ini berbeda. Tidak ada keinginan untuk memindahkan penampakan punggung kurus itu ke buku sketsanya. Kalaupun ada, Lydia tidak yakin dia mampu. Sekali lagi, dia sudah kehilangan fokus.

“Mas!”

Lydia berjengit saat laki-laki itu berseru memanggil waiter, memesan secangkir kopi lagi. Sama persis seperti saat pertama kali mendengarnya bersuara satu jam lalu. Yang mana membuatnya menyadari keberadaan laki-laki berkemeja biru itu. Dengan suara beratnya yang terdengar menyenangkan, yang terasa begitu familiar di telinga Lydia. Dia pernah akrab dengan suara itu bertahun-tahun yang lalu.

Dan Lydia tidak yakin ada dua orang yang memiliki suara sama persis.


* *


“HAHAHAHAHAHA!!”

Suara tawa yang kelewat kencang seperti itu seharusnya dengan mudah bisa mengundang perhatian orang lain. Tapi karena suara tawa itu berasal dari lorong yang dipenuhi tumpukan kursi dan meja tak terpakai, dan terhubung ke lapangan lama yang mungkin sudah belasan tahun diabaikan oleh seluruh penghuni sekolah, jadi tidak ada yang benar-benar menganggap suara itu nyata.

Entah awalnya datang dari mana, seisi sekolah percaya lorong itu ada penunggunya.

Kenyataannya, lorong itu memang sedang ditunggui sekarang. Oleh dua orang murid kelas tiga, perempuan dan laki-laki, yang sedang dilanda kebosanan mengikuti pelajaran Olah Raga. Jadi mereka memutuskan untuk membolos.

Lydia melirik tajam Rio yang tampak asik sendiri dengan komik Slam Dunk usang di tangannya. Yang hampir tidak pernah lupa dia bawa, bersama dengan bola basket warna hitam yang kini tergeletak di antara kedua kakinya yang terbuka lebar.

Sadar tengah ditatap, Rio mengalihkan perhatiannya dari persaingan antara Sakuragi dan Rukawa. Membalas Lydia dengan tatapan bertanya, yang segera mendapat jawaban.

“Heran. Kamu kan udah berkali-kali baca komik itu, tapi ketawanya masih begitu.”

“Begitu itu, gimana?”

“Biasanya orang enggak ketawa sekeras pertama kali dia nemu hal lucu. Dari bentuk komik itu sih, kayaknya kamu udah baca itu dari berabad-abad lalu.”

Rio terkekeh. Dia menimang-nimang komik usang di tangannya. Memberinya tatapan penuh sayang yang membuat Lydia bergidik.

Rio lalu menceritakan saat pertama kali dia menemukan komik itu tahun lalu, di kolong tempat tidur di kamar barunya. Dia yakin komik itu milik penghuni lama rumah kontrakan yang sekarang ditempati keluarganya. Rio sudah bermain basket sejak kelas lima SD, tapi dia belum pernah membaca komik yang berhubungan dengan basket. Atau sesungguhnya, dia belum pernah membaca komik apapun sebelumnya. Papa melarangnya. Buang-buang waktu katanya.

Dan dengan melankolisnya dia berkata bahwa takdir lah yang menuntunnya untuk menemukan komik usang itu. Lydia semakin bergidik.

“Kamu sendiri?” gantian Rio yang menatap Lydia. Setelah anak perempuan itu memilih untuk mengabaikan ceritanya. “Pelajaran kesenian kurang panjang ya waktunya?”

“Hm-mm.” Lydia menjawab tanpa berpaling dari buku sketsanya. “Kalau bisa semua pelajaran diganti jadi kesenian aja.”

Rio menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. Pertama kali melihat Lydia, dia tidak pernah menyangka kalau anak perempuan itu lebih suka menyibukkan diri untuk menggambar daripada berbaur dengan teman-teman lainnya. Dia tidak terlihat seperti anak yang tidak suka bergaul.

Dan Rio juga mengejutkan Lydia sewaktu mengaku kalau dia kesulitan bergaul di pertemuan kesekian mereka. Dengan suaranya yang lebih sering mendominasi setiap mereka menghabiskan waktu di lorong yang katanya berpenghuni ini, Rio juga tidak kelihatan seperti anak yang susah bergaul.

Tapi mereka tidak membahas masalah pergaulan itu lebih lanjut. Mereka lebih menikmati saat mereka menyelinap dan menghabiskan jam istirahat atau jam pelajaran yang malas mereka ikuti di lorong berpenghuni ini.

“Kamu lagi gambar apa sih?”

Walaupun terdengar ingin tahu, mata Rio sudah tidak menatap Lydia. Goresan-goresan tangan Inoue Takehiko sudah kembali menarik perhatiannya.

Lydia tetap memberinya jawaban. “Anak perempuan yang bawa boneka kelinci di bawah ring basket.”

Dan perhatian Rio kembali teralih. Setelah mengernyit sekilas pada Lydia yang sama sekali tidak berpaling dari buku sketsanya, dia menoleh ke ring basket usang yang entah kenapa masih berdiri di lapangan lama sekolah mereka. Dia bergidik ngeri saat tidak menemukan apa-apa di sana. Tatapannya kembali ke Lydia.

“Beneran?” suaranya terdengar gusar. “Kamu bisa lihat?”

“Ya enggak lah ngaco!” Lydia tertawa geli. “Memangnya aku berani?”

Rio mendengus. Antara lega sekaligus ingin melempar Lydia dengan bola basketnya yang sejak tadi diabaikan.

Tapi, Lydia belum menjawab pertanyaannya.

Alih-alih mengulang pertanyaannya, yang entah akan mendapat jawaban ngaco macam apa lagi dari Lydia, Rio memilih untuk menjulurkan tubuhnya yang sudah termasuk jangkung bagi anak-anak seumurannya. Tangannya dengan mudah mengambil alih buku sketsa Lydia. Yang tentu saja langsung disambut teriakan protes.

“Rio!”

“Lihat sebentar, pelit amat sih?”

Dan Rio tidak berkata apa-apa lagi setelah melihatnya.

Matanya melirik sekilas Lydia yang kini cemberut. Membuang muka ke arah ring basket usang tempat anak perempuan dengan boneka kelinci yang dia karang tadi. Rio menatap sekali lagi sketsa yang dibuat Lydia sebelum mengembalikan buku sketsanya.

Lydia masih cemberut saat menerimanya. Lirikannya seperti jarum yang bisa menembus ke dalam kulit. Membuat anak laki-laki di depannya terkikik geli.

“Apa? Gambarku jelek?” Lydia bersungut galak.

“Enggak. Gambar kamu bagus, beneran!” Rio menggelengkan kepala, berusaha menghentikan tawa. “Tapi dari mana coba, miripnya anak perempuan mistis yang bawa boneka kelinci sama aku?”

Lydia mendengus sebal. Dan tawa Rio kembali menggema di sepanjang lorong.


* *


Cangkir kopinya sudah hampir habis. Rio tahu itu. Tapi bukunya masih cukup jauh dari halaman terakhir, dan dia tidak berminat menghabiskan sisanya di rumah. Itu berarti dia masih membutuhkan secangkir kopi lagi. Oke, mungkin perlu ditambah cemilan juga?

Dia baru memutuskan untuk memanggil waiter saat salah satu dari mereka sudah berdiri di sampingnya. Rio berjengit. Tidak mungkin waiter di kafe ini memiliki indera keenam kan?

“Maaf Mas, ganggu sebentar. Ini ada…”

Dahi Rio mengernyit heran. Kenapa juga waiter ini menjulurkan sehelai kertas gambar kepadanya?

Waiter yang terlihat seperti anak baru lulus SMA itu baru berniat memberitahu dari mana asal kertas gambar yang dia bawa, tapi Rio sudah tidak memperhatikannya.

“Itu dari…”

Rio tidak membutuhkan kalimat lanjutannya. Begitu dia membalik kertas dan melihat sketsa yang dibuat secara kilat di atasnya, dia langsung tahu dari siapa kertas itu berasal. Walaupun kagetnya sama sekali tidak berkurang. Rio menoleh ke belakang, yang dia yakini sebagai arah datangnya waiter tadi.

Di meja bersofa yang berjarak beberapa meter dari tempatnya duduk, tampak seorang gadis berusaha keras menutupi wajahnya menggunakan papan menu.

Tahu usahanya sudah gagal total, gadis itu menurunkan papan menu, membiarkan matanya bertemu dengan mata Rio. Kemudian cengiran yang Rio kenal akrab bertahun-tahun lalu menghiasi wajahnya yang dibingkai rambut hitam panjang.

Rio menggelengkan kepala sambil terkekeh geli. Sekali lagi dia melirik kertas gambar di tangannya yang menampilkan gambar seorang anak laki-laki berseragam SMP sedang duduk bersandar pada tumpukan meja, di tangannya ada komik sementara bola basket warna hitam bersarang di antara kedua kakinya yang terbuka lebar.

Gambar yang sama seperti yang dia paksa lihat bertahun-tahun lalu.


🍀


Halo guuyyss... kaget yaa tahu-tahu aku muncul dengan cerita fiksi hahaha 😂 Ngepost ini tuh semacam dibuang sayang, disimpan yaa cuma jadi debu 🙈

Cerpen di atas sebenernya udah aku tulis dari lama banget, kalau enggak salah sekitar tahun 2013 atau 2014 gitu lupa. Satu-satunya cerita yang berhasil aku tulis sampai selesai dan enggak bikin aku cringe-cringe amat pas baca ulang ahahahaa... Judulnya ngambil dari lirik lagunya Taylor Swift yang judulnya Begin Again dari album RED. Yaah tahun-tahun segitu lagi tergila-gila banget sama album RED kan memang heuheu~

Filenya sempat hilang gara-gara aku ganti laptop terus kayaknya enggak semua file kebawa, dan laptop lama keburu dihibahin ke adik jadi file sisanya udah dibabat habis sama doi 😔

Untungnyaaa... aku pernah kirim file cerpen ini via email ke temen aku. Jadi ada kejadian bulan-bulan lalu tuh, inbox email aku hampir penuh jadi aku hapus-hapusin email sambil milah yang penting atau kira-kira masih dibutuhin. Ketemu deeeh file cerpen ini hahaha!

Tentu aja yang aku masukin ke sini udah melalui proses pengeditan ulang karena yaa namanya juga cerita yang ditulis di tahun 2013an kan, jadi ada beberapa bahasa/kata yang udah enggak relevan sama aku yang sekarang gituuu 😆

Gimana-gimana guys, cocok enggak nih, aku nulis fiksi? Hahahaa... Makasih lhoo buat yang mau bacaa~ ini aku kasih banyak love buat kaliaaan 💖💖💖💖💖💖

eya.

23 comments

  1. AAAARGH KAK EYA INI BAGUS BANGET!! AKU JADI BAPER BACANYA 😭😭😭 rasanya "deg" gitu pas ending. Baper banget wkwkwkwk

    Awalnya aku kira Kak Eya mau ngereview sebuah cafe tahu nggak 🤣🤣

    OF COURSE KAK EYA ADA BAKAT MENULIS FIKSI! WE WANT MOREEEEEE! 😆😆😆😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaak ya ampun aku bisa bikin anak orang baper 😆😆 Thank you so much Liaaa udah baca 💖

      Hahahaa karena judulnya yaa? 😂

      Semoga yaa nanti-nanti bisa share fiksi lagi hehehe makasih lagi Liaaa 💖💖

      Delete
    2. Setujuuu Liaaa, Kak Eya ada bakaat nulis fiksiii 😍😍
      Ayoo lanjut nulis nuliiis nyaaa. Pankapan upload cerpen lg yaa 😆
      Aku brasa ikut ada di cafe itu sambil deg2an mastiin itu temen lamanya itu atau bukan. Hehehe...

      Oiya mba eya, kindly check postingan aku yg 'jawabannya adalah...' yaa, yg pengumuman bingo waktu itu. Aku baru sempet bw buat ngabarin 😁

      Delete
    3. Makasiiih Mba Thessaaa 💖 ahahaa semoga nanti ada ilham lagi buat nulis cerpen hehehe..

      Waaah ya ampun akupun belum main-main ke blognya Mba Thessa lagi dooong... siap meluncur Mba Thessaaa 🙈

      Delete
  2. Wah... Eyaaaa... ditunggu cerpen selanjutnya, ya... ;)
    Btw, apakah cerpen ini fiksi atau kisah nyata? ;))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasiih Hichaaa 💖 ahaha mudah-mudahan nanti ada ilham lagi buat nulis cerpen yaa 😁

      Ini murni fiksi 100% hahaha walaupun aku akuin nulisnya memang terinspirasi gara-gara abis ngobrol sama mantan crush waktu SMA dulu 😂

      Delete
  3. Manis ceritanya. Biarpun aku terpikir juga, apa Rio gak terpikir untuk beli komik Slam Dunk volume lain, begitu. LOL, random banget, sih, pikiranku.

    Ah, aku juga pernah mengalami file cerita hilang. Tapi akhirnya tetap gak ketemu, sih, yang ketemu hanya sebagian ide-ide cerita di email.

    Omong-omong, aku jadi publish cerita fiksi yang terakhir kutulis di website yang masih sepi karena ini. Jadi yah, aku akan mau baca kalau Kak Eya menulis dan memposting cerita fiksi lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaah makasiiih Sellaa 💖 Mungkin Rio akan beli se-bundle nanti, kalau udah punya duit sendiri ahahha

      Nyimpen ide-ide tulisan di online tuh memang ada gunanya ya Sella, seenggaknya kalau filenya enggak ketemu, masih ada sedikit di online. Kalau suatu saat mau eksekusi lagi bisa diintip-intip 😆

      Makasih Sellaa, semoga nanti bisa dapet ilham nulis fiksi lagi hehehe 💖

      Delete
  4. Aiiih Kak Eya...aku jadi inget dulu waktu jamannya masih suka nulis fiksi walaupun isinya random banget. Kak...suka bikin ff one shot pake tokoh manga gitu gak? Hahaha kali aja Kak Eya pernah bikin..😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku yang random juga banyak, setelah dibaca lagi langsunh cringe wkwkwk.. Sukaa tapi ga pernah ada yang selesai sayangnya 😂

      Delete
  5. MANIS AMAAAT CERPENNYA ❤❤❤❤ kamu nggak berencana untuk dibikin versi komik pendeknya gitu, Ya? Aku ngebayangin scene terakhir pas si Lydia nutupin muka pake buku menu kalo digambarin kayak apa udah senyum-senyum sendiri hihi uwu sekaliii sih mereka berduaaa.

    Ayok nulis lagi, Ya! Aku mau baca lebih banyak :D jadi kangen masa-masa nulis fanfic oneshot gitu deh. Nulis fiksi kadang lebih susah ketimbang cerita-cerita di blog, iya nggak sih?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ih pengin bangeeet.. Dulu tuh sebenernya aku pengin ngasih gambar adegan mereka duduk bareng di lorong, terus hasilnya jelek, akhirnya ga diselesaiin 😂😂

      Beneeer karena kalo nulis fiksi itu kita jadi orang lain dulu ga siih? Kayak ngubah sudut pandang berdasarkan si karakter yang kita buat dulu, jadinya susah 😄

      Delete
  6. Akhirnya bisa juga baca karya fiksi Kak Eya, lanjutkan Kak💪💪💪 Btw RED mau rekaman ulang kan ya🙂🙂🙂 Tolong lah tolong mba cantik ini energi dan kreativitasnya nggak habis-habis, bisa kali ditularin ke saya🙏 *digampar* *siapa elo*

    Cerita-cerita fiksi yang dibabat habis sama adiknya Kak Eya kira-kira kalo diremake bisa nggak? Masih inget nggak?🤣 belum-belum udah menunjukkan tanda-tanda mau minta lebih😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akhirnya setelah ngobrolin doang di DM yaak wkwkwk... Bukan mau rekaman ulang Endah, udah beres rekaman ulangnya tinggal meluncur ajaaa wkwkwk sudahlah ga usah heran lagi memang soal produktivitas si Mbak 😌

      Hahaha sebenernya yang ketinggalan cuma ini sama satu lagi tapi itu juga kayaknya jele jadi aku tidak ingat 🙈Tolong jangan berharap padaku Endah, nanti kamu kecewa 😂😂

      Delete
  7. Yeeesss We Want Moreeee...!!! Hahaha 🤣🤣 Suka Mba Eya.. ditunggu Fiksi yg lainnya ya... wkwk

    Lagu Begin Again bagus banget.. aku langsung ngebyangin adegan si Rio sama Lydia di Cafenya persis kaya di MVnya Begin Again..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaa semoga nanti dapet ilham lagi buat nulis fiksi lagi Mas Bayu 😂

      Iyaa mana si Mbak Tay Tay juga cantik beeett di MV-nya huhuhu...

      Delete
  8. Baguuus kok Ya :). Kesannya JD kayak nostalgia zaman sekolah yaaaa :D. Sweet banget ceritanya. Malah jd penasaran mau tahu kelanjutan Rio dan Lydia gimana. Apa bakal saling suka ato tetep temanan :D

    Lanjutan ceritanyaaaa ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahaa makasih Mba Fannyy 💕 Sebenernya dulu sempat kepikiran apa tambahin sedikit lagi yaa setelah kejadian di kafe, tapi kayaknya cukup di situ aja selesainya, soal gimana mereka nantinya bebas sesuai keinginan yang baca aja *digaplok* 😂

      Delete
  9. cucokkkk mbakk, bagus ini
    jadi keinget sama bacaan Teenlit
    vibesnya berasa banget anak muda-nya

    kok jadi pengen nulis ulang cerpen aku yang dimuat di majalah Fantasi ya, tapi ilang entah dimana, dulu nulisnya manual pake pulpen dan kertas folio bergaris :D

    kira kira CLBK ga ya, etapi ini tadi nggak disebutin kalau diantara mereka berdua muncul benih benih cinta gitu. jangan jangan satu sama lain suka nih, main tebak aja hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mba Ainun 💕 Masih cocok lah yaa aku nulis fiksi remaja 😂

      Waaah seru banget Mba Ainun cerpennya pernah dimuat di majalah Fantasi!! Kereeen... Kalau masih inget ditulis lagi aja Mba ehehehe...

      Hahaha soal itu bebas Mba, gimana maunya yang baca aja.. Kalau menurut yang baca mereka saling suka, yaa mereka saling suka gitu ahahaa *dilempar* 😂😂

      Delete
    2. jalan ceritanya lupa lupa ingat, seingatku pokoknya bahas tentang anak yang suka sama britnet atau westlife atau penyanyi penyanyi yg waktu itu hits di tahun 90an
      tapi ada intrik nya. nah itu aku lupa apa problem yang aku tulis di cerpen itu.
      padahal simple banget ceritanya

      Delete
  10. Kalau baca cerpen di atas mbak Eya ada bakat nulis cerpen, cerpen di atas bagus dan bisa membawa pembacanya masuk ke dalam ceritanya seperti ada rohnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah makasih banget Mas Hermansyah aduuh aku terharuu dibilang ada rohnya di cerita

      Delete