Dirgahayu Indonesia!!!

Friday, August 21, 2015


Little bit late tapi enggak apa-apa lah yaa :p

Selamat ulang tahun Indonesia-ku yang ke 70 tahun. Semoga menjadi lebih baik ke depan-depannya. Walaupun aku lebih sering tertarik sama produk luar negeri, tapi bukan berarti aku nggak cinta sama Indonesia hehehe. Aku suka banget kok, alamnya Indonesia :D

Bikin gambar ini pas malem 17an, diwarnain keesokan harinya dan kemudian sempat nggak pede sama hasilnya tapi pada akhirnya diposting juga setelah di touch-up dikit sama photoshop hehe.

Love,
Eya
Read More

Little Things Called Happiness

Sunday, August 9, 2015

Hellow~ udah dari bulan lalu sebenernya mau posting ini, tapi entah kenapa nggak selesai-selesai yah hehe. Abis baca salah satu artikel berjudul sama dari Gogirl bulan Juli kemarin, jadi kepikiran bikin ini deh.

sketch by me

Read More

What I Read: City Of Heavenly Fire (The Mortal Instruments #6) by Cassandra Clare

Saturday, August 8, 2015

Pengarang: Cassandra Clare
Penerjemah: Meda Satrio
Penerbit: Fantasious
Tahun Terbit: 2015
Rating: 5/5


Ah, akhirnya beres juga aku baca series The Mortal Instruments-nya Cassandra Clare. Perasaan setelah baca? Campur aduk. Sedih karena cerita Clary dkk ini berakhir. Seneng karena menurutku Cassie sukses banget bikin ending yang MEMUASKAN. Perasaanku sepanjang baca (yang banyak kepotong sama kegiatan ngantor) juga campur aduk. Kadang senyum-senyum, kadang mengernyit, kadang kesel, bahkan nangis di akhir-akhiran. Dan setelah ini rencananya aku bakal langsung memburu seri The Infernal Devices pastinya.

Kali ini Clary, Jace, Alec, Isabelle dan Simon kembali melanggar Kunci. Mereka lari ke Edom untuk mengejar Sebastian alias Jonathan Christopher Morgenstern sekaligus membebaskan para tawanan; Magnus, Luke, Jocelyn dan Raphael. Ini salah satunya yang mengharuskan aku tepuk tangan buat Cassie. Tempat yang dia pilih, Edom yang katanya nama lain dari neraka, dimensinya para iblis. Aku cukup kesulitan bayanginnya walaupun dijelasin dengan cukup detail seperti apa Edom itu. Nggak seperti di buku ketiga, City of Glass dimana perang terjadi di Idris yang diceritakan sebagai negeri Pemburu Bayangan. Maksudnya, masih lebih gampang lah yaa membayangkan negeri yang indah kemudian rusak karena perang, daripada dunia yang sejak awalnya udah hancur duluan bahkan sebelum ada perang. Berkali-kali juga aku mengernyit jijik membayangkan iblis-iblis yang menyerang Clary dkk.

Read More