Pengarang: Cassandra ClarePenerjemah: Melody ViolinePenerbit: Ufuk PressTahun Terbit: 2011Rating: 4/5
Bercerita tentang Theresa Gray atau Tessa yang datang ke London atas permintaan kakaknya, Nate yang sudah lebih dulu bekerja disana. Tapi sesampainya di dermaga, Tessa malah dijemput oleh dua orang perempuan bernama Mrs. Dark dan Mrs. Black yang mengaku sebagai teman Nate. Dan yang terjadi selanjutnya, mereka malah mengurung Tessa di Rumah Kegelapan dan terus memaksanya untuk belajar cara berubah wujud. Tessa sama sekali tidak tahu dirinya punya kemampuan seperti itu, tapi tidak bisa melawan karena Mrs. Dark dan Mrs. Black mengancam untuk membunuh Nate.
Setelah berminggu-minggu dikurung, Tessa akhirnya diselamatkan oleh William Herondale, seorang Pemburu Bayangan muda yang kemudian membawanya ke Institut London. Disana, Tessa bertemu dengan Pemburu Bayangan lainnya yang menghuni Institut: suami-istri Henry dan Charlotte Branwell, Jem Carstairs, dan Jessamine Lovelace, serta tiga orang pelayan, Sophie, Thomas dan Agatha. Charlotte meyakinkan Tessa bahwa dia aman berada di Institut dan Pemburu Bayangan akan menyelidiki tentang hilangnya Nate. Termasuk mencari tahu makhluk apa sebenarnya Tessa, walaupun kemungkinan besar adalah warlock.
Buku pertama seri The Infernal Devices yang merupakan prekuel dari The Mortal Instruments series, masih bercerita tentang dunia Pemburu Bayangan, tapi kali ini bersetting di London, jaman Victoria. Ah, aku semakin kagum aja sama Cassie! Sebagai orang yang bermimpi bisa ke Inggris dan suka everything oldschool, detail-detail di buku ini berhasil bikin aku berbinar-binar selama baca. London di jaman Victoria, udah pasti keren banget! Walaupun isi buku ini lebih menampilkan sisi gelap dan kelamnya London pada masa itu.
Yang paling bikin ngeri adalah saat para automaton menyerang institut. Disini diceritakan kalau automaton itu manusia buatan dengan penggerak jam, tapi dibuat dengan kulit dan organ tubuh manusia sungguhan. Dalam bayanganku, makhluk-makhluk ini persis zombie dan aku paling ngeri sama zombie -__- Justru vampir-vampir di kediaman De Quincey, bagaimana mereka melubangi leher pelayan dan meminum darahnya langsung atau saat para vampire mengerubungi Nate, nggak terlalu bikin merinding.
Cara bercerita Cassie, seperti biasa, indah dan mengalir. Walaupun aku belum terlalu klik kayak waktu baca TMI sih. Masih ada beberapa hal yang bikin aku sampai mengernyitkan dahi karena bingung (apa emang akunya aja yang lemot?). Tapi aku berhasil dibikin penasaran sama cerita lanjutannya. Soal karakter, menurutku masih agak mirip dengan karakter di TMI. Will yang sarkasme dan keangkuhannya mirip banget Jace (jelas sih, kan dia termasuk leluhurnya Jace) dan Tessa yang mirip-mirip Clary—tapi bagusnya, Tessa nggak menyebalkan kayak Clary hehe. Aku malah lebih sering sebel sama Will dan Jessamine. Yang paling aku suka disini adalah Jem yang kalem dan penyakitan haha. Tapi belum ada yang bisa mengalahkan Alec Lightwood di hatiku tsaaah. Nah, yang jelas aku ketagihan sama dunia bayangan ciptaannya Cassie. Nggak sabar buat melahap dua buku lanjutannya :)
Love,
Eya
Post a Comment